Selasa, 23 Juni 2015

MINOR ke MAYOR




27 Juni,2013

 “Dalam kelas ini kita semua sama, tanpa kelas,ordo,dan family, tepatnya tanpa hierarki, bahwa kau adalah si dan aku adalah sang”.


Itulah sajak suci pembukaan dari kelas sastra yang kami buka di sebuah rumah yang telah menjadi kerajaan dari ares dan nol. Kerajaan yang penuh dengan dinamika peradaban kota daeng, kerajaan dengan langit-langit yang telah berkorosi, yang terkadang mulai berjatuhan puing-puing benih korosi, bak tetesan air mata curahan hati lelaki tua, dengan isyarat bahwa aku telah tua dan takkan lama lagi bertahan sebelum kalian membenahiku. Kerajaan ini bukanlah sebuah kerajaan dengan ribuan dayang istana, atau budak-budak pembersih  bekas kaki. Sebab, dikerajaan ini, tidak pernah menciptakan budak dan majikan. Alasan itu pula kerajaan ini tidak dibenahi, karena kerajaan ini tak berlimpahan harta yang menjadikan tamak, sebab kami semua bahagia dengan kesederhanaan.


Dimalam sakral yang penuh dengan gejolak ingin tahu dan kerelaan berbagi. Kelas dimana kami tak ada yang digurui dan tak ada yang menggurui, dengan laskar empat orang. Aku, dengan beribu dilema yang menghujani, tentang skill yang saya eksplorasi, Adam dengan gilanya dalam kehidupan bomber meski baru sebentar mengarungi dunianya, tapi penuh dengan kegilaan, Ares dengan hobinya membaca dan menulis, bahkan tiap mendapatinya dominan dengan dua kegiatan itu, dan yang terakhir adalah Nol, sangat sulit menebak dunianya sebab semua dunia adalah dunianya cermatku, eh kecuali tentang pengisian ulang kode voucher.Ups, maaf lupa .

 Ini adalah kelas sastra perdana kami, yang kami namai dengan “minor ke mayor” sebab, imaji-imaji kami yang dahsyat sangat jauh membawa kami menyebrangi dunia utopia-utopia. Oleh imaji-imaji itu pula, yang menguatkan kami dalam perang didunia yang tidak sedang baik-baik saja ini. Dunia yang penuh dengan kebahagiaan bagi yang tidak pernah dilahirkan, dunia yang dimana distro menyimpang dari filosofinya dan bermetamorfosis menjadi simbol kekayaan. Dunia yang akan lebih kritis bahkan fatal, jika kita tidak pernah melangkah ke dimensi revolusi.

*sebuah catatan dari la Menturu yang tak sengaja kutemukan dalam laptop yang baru kembali dua hari yang lalu. we miss u :)

0 komentar:

Posting Komentar