Kamis, 24 September 2015

Masih disini, Bersetia kepada “kita”


Beberapa minggu dipenghabisan tahun ini. Adalah hari-hari yang penuh dilema bagi kami. Khususnya bagi saya. Bagaimana tidak, saya harus berkali-kali menyediakan telingaku untuk kekasih yang pulang membawa cerita tentang segalanya yang tak mesti melampaui prinsip hidup.
Pagi itu, jam 10.00 lebih saya bersemangat membangunkan kekasih. Bayangan tentang mesin jahit berjelaga dalam kepalaku, iya, ini adalah salah satu barang yang sangat ingin kumiliki selain blender.  Semua itu butuh uang dalam jumlah yang tak sedikit bagi kami.

“ayo, bangun!bukankah hari ini kamu akan melamar kerja?”ucapku sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.
Dia terlihat menggeliat, mengumpulkan nyawa yang timbul tenggelam akibat kantuk, pada kahirnya beranjak mandi, berpakaian rapi. Lalu berangkat menuju Borong raya.saya menunggu dengan rasa bahagia bercampur cemas.
Selang 2 jam kemudian, dia muncul di ambang pintu sambil senyum-senyum. saya menyambutnya dengan berondongan tanya”bagaimana?diterima?bisa ijin?”.
“tidak, saya menolak pekerjaanya,jam kerjanya padat, blablabla” sambil mengusap kepalanya dia meraih remote tv. Bayangan tentang mesin jahit perlahan kabur, kabur, kabur, lalu hilang tak berbekas. Saya maklum.

Beberapa hari setelahnya, sepasang kekasih bertandang ke rumah.  Mereka kemudian bercerita bahwa baru saja mereka menolak pekerjaan dari sebuah tempat yang dari hasil obrolan, kami ketahui bahwa perusahaan tersebut titit titit titit *maaf bagian titit disensor

Sepupu saya yang ganteng pernah pula berkata “saya tak percaya kalau kalian tak butuh uang”.  Iya, sulit memang meyakinkan orang tentang hal ini. Apalagi orang-orang yang tau betul bagaimana kehidupanku sebelumnya.

Tak mudah hidup dengan pilihan-pilihan seperti ini. Bersetia pada sebuah tempat yang engkau dan kekasihmu sama-sama sepakati sebagai “rumah” meski disana tersisa remah nasi. Tetap bersetia dengan memegang teguh pilihan hidup.  Kalaupun kelak kami akan  diberi pilihan-pilihan yang sulit dan mengharuskan kami untuk kompromis, semoga tak menggadaikan harga diri dan mimpi-mimpi kami.

Saya masih disini, saya bahagia bisa bertemu dengan kekasih dan teman-teman yang karenanya mengubah pandangan saya tentang “kerja” dalam makna sempit masyarakat, dimana kerja harus dinilai dari seberapa besar ia mendatangkan profit dan menjamin kelangsungan hidup untuk bisa membeli keesokannya. Bukankah kerja perlu kita pandang dari seberapa bermanfaat bagi orang lain.

saya masih disini, bersetia menyambutmu muncul di ambang pintu dengan pakian lusuh penuh cat, dengan bau amis badan bercampur bau pilox. Mata kita cekung dengan tulang berbalut segenggam daging, tapi kita sama-sama tau, kita sedang bersiap-siap. Meski kita tak melewati jalan utama yang umum dilalui orang. Kita mencintai kekasih-kekasih kita dirumah, juga sekawanan nol dan ares yang semoga selekas mungkin hadir dikemudian hari. maka salahlah mereka yang mengukur kebahagiaan dari berat badan. Dan satu hal yang patut mereka tau, kita disini karena cinta, karena benci!

Selasa, 23 Juni 2015

MINOR ke MAYOR




27 Juni,2013

 “Dalam kelas ini kita semua sama, tanpa kelas,ordo,dan family, tepatnya tanpa hierarki, bahwa kau adalah si dan aku adalah sang”.


Itulah sajak suci pembukaan dari kelas sastra yang kami buka di sebuah rumah yang telah menjadi kerajaan dari ares dan nol. Kerajaan yang penuh dengan dinamika peradaban kota daeng, kerajaan dengan langit-langit yang telah berkorosi, yang terkadang mulai berjatuhan puing-puing benih korosi, bak tetesan air mata curahan hati lelaki tua, dengan isyarat bahwa aku telah tua dan takkan lama lagi bertahan sebelum kalian membenahiku. Kerajaan ini bukanlah sebuah kerajaan dengan ribuan dayang istana, atau budak-budak pembersih  bekas kaki. Sebab, dikerajaan ini, tidak pernah menciptakan budak dan majikan. Alasan itu pula kerajaan ini tidak dibenahi, karena kerajaan ini tak berlimpahan harta yang menjadikan tamak, sebab kami semua bahagia dengan kesederhanaan.

Sabtu, 06 Juni 2015

Cara Membuat tempat Pensil/Keranjang dari Majalah Bekas


siapkan alat dan bahan yang kita perlukan.yakni: majalah bekas,gunting,lem, dan lidi

Alat dan bahan yang disiapkan
mulailah menggulung lembar majalah yang sudah dibagi dua dengan arah  diagonal

selesaikan dan lem ujunya
hasil gulungan majalah

siapkan kulit majalah yang agak keras untuk bagian bawah keranjang
rapikan semua sisinya
nah,mulailah melem hasil gulungan seperti gambar di atas(perhatikan,salah satu sisi berjumlah dua!)
mulailah melipat ke arah samping hasil gulungan dari sisi yang berjumlah dua.Setiap sisi akan menindih sisi yang lain.SELESAIKAN!
 Dan, TADAAAA.......tempat pensilnya sudah jadi :D
SELAMAT MENCOBA! :)

Senin, 27 April 2015

Titin dan Tanaman

“Ditatap oleh gebetan itu rasanya seperti  makan ikan bakar pake timun, rasanya sueedappp sekali! Tapi ditatap terus-terusan,keterusan itu rasanya seperti mau berak tapi diliati terus jadinya batal keluar, tidak enak sekalia!”

Saya pada akhirnya datang juga ke kos titin karena telat datang bulan yang membuatku beberapa hari belakangan jadi sering uring-uringan, sementara saya tau, stress akan membuat bulan semakin enggan untuk berkunjung. Walhasil, jadilah sore 4 hari yang lalu saya ke kos titin. Hasilnya memuaskan, pada sore hari saya akhirnya datang bulan. Jadi, bagi kalian yang telat datang bulan, datang saja ke kos titin, itu adalah obat yang mujarab dan sudah saya buktikan sendiri.

Kamarnya di urutan pertama jejeran kamar sebelah kanan rumah(sebelah kirimu kalo menghadap rumah).  Kamar berukuran 4x3 meter. Tepat didepan kamar ditanami berbagai macam tanaman yang dari hasil kepoku saya tahu tanamannya adalah tanaman obat dan pangan. Ada yang langsung di atas tanah ada juga yang pakai media pot gantung. Semuanya dalam keadaan baru tumbuh dan masih rawan mati.

Mungkin karena baru tumbuh hingga pemiliknya sangat protektif.  Maka saking protektifnya, tanaman tak pernah kekurangan siraman, baik siraman air, pupuk, dan tatapan dari pemiliknya. Air dan pupuk saya tau manfaatnya, bisa menyehatkan tanaman yang sedang dalam masa pertumbuhan. Tapi tatapan, apalagi yang berlebihan, saya tak tau, “Ditatap oleh gebetan itu rasanya seperti  makan ikan bakar pake timun, rasanya sueedappp sekali! Tapi ditatap terus-terusan,keterusan itu rasanya seperti mau berak tapi diliati terus jadinya batal keluar, tidak enak sekalia!”

Kami menghabiskan sore didepan kamar, bercerita sambil macalla’. Saya diatas para-para, dan titin diatas kursi menghadap tanaman dengan mata yang tak pernah lepas dari mereka, bisa saya tebak dari arah pembicaraan yang sejauh manapun berputar akan berujung pada kalimat ide pembuatan pagar yang melindungi tanaman dari ayam yang kerap mondar-mandir didepan kamar. Saya sendiri gemas pada ayam-ayam itu yang untung saja mereka tak lewat didepan kamarku(saya punya bumbu dapur yang lengkap untuk mengopor ayam).

Acara rumpi kami diluar kami pindahkan kedalam kamar karena nyamuk dan malam yang makin larut. Namun, Sebelum masuk kamar, terjadilah sebuah insiden tidak mengenakkan,  pohon tomat yang mulai tinggi, patah. Dan itu membuat titin histeris tiba-tiba.  Dia bertanya “kenapa bisa patah?” saya menggeleng dan nyaris saja menjawab, mungkin dia malu ditatapi terus.

Kesokannya, saya kaget dari tidur sambil mencari-cari titin yang ternyata kudapati didepan kamar sedang main laptop, duduk menghadap tanaman yang tentu saja  sambil menatap mereka. Saya duduk dipintu sambil makan. Bercerita sebentar sebelum akhirnya titin pergi mandi, dan wasiat terakhir sebelum dia mandi adalah “bantu kag liatliat tanaman nah!”. “ho’oh” sahutku sambil mengajak tanaman bicara(dalam hati ji!), titin boleh pergi, tapi matanya dititip disaya, kalian tetap diawasi.