Aku menuliskan ini ketika
aku kembali kedalam rumah mewah ini. Seusai kau mengantarku saat jarum jam
hampir menunjuk angka 7 malam ini, angka yang kusukai bentuknya. Telah kurencanakan untuk
menulis ini, tepat ketika langkah pertamaku di ambang pintu rumah ini. Sambil mengenang
kepergianmu tadi bahwa aku sempat menarik tanganmu, tetap menciumi punggungnya
meski kau beri setengah enggan. Tak perlulah kau beri aku kertas-kertas yang
bertuliskan nominal angka diatasnya untukku jajan. Aku hanya ingin menciumi
punggung tanganmu, demi meyakinkanku yang punya penyakit takut yang akut sebab
ragu, aku ingin yakin bahwa esok kau akan kembali untuk menjemputku. Membawa senyum
serta semangat yang masih sama seperti kemarin, atau bahkan lebih. Matahari ,masih
tetap ada diatas sana untuk menyinari kehidupan kan?meski kadang awan yang
menggelayut disekitrnya membuat kita meragukan keberadaannya.
Aku masuk kedalam rumah. Menelusuri
lekak-lekuknya sambil membawa sepiring nasi ditanganku. Rumah ini masih seperti
3 tahun yang lalu saat aku terhitung sebagai salah satu penghuninya. Dengan aroma
rumah yang yang sudah kuhafal betul.aku tak ingin berkata bahwa aroma rumah
mewah ini kusukai. Sebab aroma tubuhmulah yang paling kusukai pun jika ia di
sandingkan dengan parfum terwangi sedunia. aku menempati kamar paling belakang
di lantai 2 rumah. Tepat disamping kamarku yang dulu. Sambil menguyah, aku
mulai mengetik ini. Bukan ingin merangkai kata untuk menggombalmu. Sungguh,
jika saja kejujuran didibaratkan sebagai riasan, maka tak terbayangkan
bagaimana jadinya jika dia dilebihkan. Tepat tengah malam, saat hujan telah
enggan mencumbui daratan. Aku duduk didepan laptop lalu mulai mengetik, mengenangmu,
merindumu.
Mengingat bagaimana ketika
pagi tadi kita saling merenggut, aku merajuk dan kau kebingungan sebab tak tau
sebabnya. Sambil mengatur napasmu yang mulai terserang sesak, kau membujuk. Tak
ada rayuan, Dan aku kecewa. Seperti anak kecil menjauh darimu dan berkeras untuk
tetap berbaring di atas lantai. Aku juga tak tahu mengapa aku sering berlaku
sebodoh ini ketika ingin kau perhatikan. Mungkin karena hujan telah pergi hingga
pagi terasa begitu menyakitkan untuk kita saling berpeluk. Hahhh...aku rindu
hujan!
Semalam kau sempat
bercerita. Tentang rasa bosan yang tak bisa kita lawan. Ditengah perbincangan
kita sebelum berkeliling kota. Kau berkata lelah menunggu saat-saat yang kau
nantikan dimana semuanya telah hancur, biar kita,mereka, semua tahu bagaimana
rasanya kehilangan, bagaimana rasanya ketika kita tahu bahwa segala disekitar
sangat berarti, tepat ketika semuanya benar-benar hancur.
Sayang,
Aku mulai ragu pada
kehidupan ini, sebenarnya telah lama kurasakan. Kalau kau masih menyimpannya,
aku pernah bercerita didalam suratku yang pertama sampai kepadamu dahulu. Bahwa hidup
hanyalah sebuah omong kosong besar. Omong kosong diperlukan untuk memberi warna
cerah ataukah pudar dalam hidup. Maka masing-masing kita akan berusaha
mengelabui yang lainnya. Yah, kita saling mengelabui untuk tetap menjaga
segalanya terus berlangsung.Benarkah?entahlah, akupun ragu. Seperti aku yang
meragukan malam yang kau kenalkan kepadaku itu. Akhh, sepertinya dia mulai
mencintaiku atau mungkin membenciku hingga tak diizinkan mataku memejam barang
sejenak hingga ia benar-benar berlalu. Kau selalu jatuh terlelap disampingku,
sayang. Akupun mulai ragu bahwa mungkin kau tak cemburu malam mencumbuku.
Kukatakan kepadamu tadi
bahwa jika kau bosan padaku maka aku akan datang dengan topengku. Aku telah
memilih,seperti pintamu, akan kupertahankan. Mengatur posisi badan agar tetap tegak
didepan mereka yang berlagak seperti wartawan yang banyak tanya. Agar tetap
keluar kata-kata tegas dan jelas bahwa ini bukanlah bagian dari dongeng
kehidupan mereka. Ini adalah milik kita dan tak selayaknya masing-masing pihak
saling mencampuri. Tak ada yang ingin dicampuri. Kita berada dalam dongeng yang
memiliki aturannya sendiri. Mungkin tak sama dengan yang lain.
Dalam bosan yang menderu. Aku berharap tak akan menguapkan apapun yang telah kita bangun. Imaji-imaji liar kita,
dan tentang dunia lain itu. Tak perlu menunggu lamakan? Kita telah memulainya,
katamu. Jangan jauh-jauh dariku sekalipun bosan mendera kita.
Kapan
kita berjalan-jalan melihat pepohonan yang tumbuh liar?
menyapu rumput basah
dengan tapak kaki kita
atau menyentuh air laut yang beriak dari atas perahu
aku rindu !
sebentar
lagi kumpulan bintang akan dibubarkan pagi
Semoga bisa mengantuk lebih awal kali ini.
Selamat malam, Mimpilah seliarnya, kekasihku!
0 komentar:
Posting Komentar