Judul Novel : Picalang
Penulis : Idris Pasaribu
Penerbit : Salsabila
Tahun : 2012
(Pe)resensi : Tim Insominasi
“Saat manusia mulai
merasa memiliki bumi, maka ia telah kehilangan sisi alamiahnya.”
*Taufan Ishmael
*Taufan Ishmael
A. Selayang Pandang
Tersebutlah
manusia-manusia yang menghabiskan seluruh usianya di atas perahu. Merekalah
Picalang. Para Manusia arif yang memiliki insting membaca musim dan pergerakan
alam. Sebuah Novel yang sangat wajib baca, bukan hanya karena ide dan gagasan
didalamnya, namun karena selayaknyalah manusia modern jaman ini berkaca
dengannya; Bahwa hidup dan kehidupan adalah Berkah yang harus kita jaga dan
kita perlakukan searif mungkin. Itulah Landasan hidup Para picalang. Mereka
yakin; Bahwa cara mereka memperlakukan alam, adalah juga cara alam
memperlakukan mereka. oleh karenannya Manusia-manusia Pincalang sangat membenci
keserakahan dan ketamakan.
Meski
begitu, modernisasi seolah badai yang terus memata-matai dan siap memangsa,
Hingga suatu waktu, modernisasi menghantam dan memaksa kehidupan manusia
perahu. Para kapitalis dengan pongah berondong-bondong dan berlomba mengeruk
isi alam guna keuntungan yang sebanyak-banyaknya, dan sudah pasti tanpa
memerhatikan akibatnya. Hutan bakau habis digunduli, biota laut terkuras,
disapu habis, yang tersisa kemudian hanyalah Alam yang menangis, tak sanggup
lagi memberikan makanan bagi manusia dan makhluk lainnya.
B. Analisa; Melampaui
Diskursus Antropologi
Dalam diskursus (wacana) antropologi
moderen, manusia dilekatkan sebagai satu-satunya objek yang berkuasa atas
benda-benda alam disekitarnya, atau kerap diistilahkan sebagai Antropos(entris).
Justru didalam Novel ini sebaliknya. Novel ini mengusung konsep
jungkir balik sebagai salah satu fitur ke-khasannya. Disini alam dan manusia
digambarkan nyaris tanpa batasan fisikal, hanya saja ada beberapa bagian yang
menurut hemat kami sangatlah dibuat terlalu kompromis atau mengada-ada. Mungkin
inilah titik berangkat dan plat form dari penulisan novel setebal 256 halaman
ini.
Dalam masyarakat demikian, relasi
antara manusia dan alam secara keseluruhan, sepenuhnya berbeda dengan
masyarakat modern. Fakta paling signifikan adalah bahwa dalam masyarakat
komunal primitif, binatang tidak menjadi milik siapapun. Tak ada properti
privat atas laut, tanah, tumbuhan ataupun binatang, semuanya tidak
terdomestikasi; tidak ditaklukan. Walaupun beberapa binatang diburu,
binatang-binatang tetap hidup bebas dan liar. Manusia hanya mengambil apa yang
mereka butuhkan dari alam, binatang hanya diburu sesuai kebutuhan pangan atau
sandang komuniti yang jelas terbatas.
Melalui novel ini Idris Pasaribu
(Penulis Buku) juga Ia mengajak kita untuk melihat Pincalang dengan Perspektif
Kosmologis yang ketat; Binatang digambarkan bukan sebagai komoditi atau barang
dagangan, melainkan sebagai sebuah campuran dari kekaguman, keajaiban yang
patut direspek dan ditakuti. Selain itu, Para Pincalang tidak menempatkan
Binatang sebagai spesies yang lebih rendah dari manusia, binatang dilihat
sebagai makhluk hidup yang berbagi alam dengan manusia. Fakta ini jugalah yang
menjelaskan mengapa komunitas-komunitas adat mengadopsi binatang tertentu
sebagai simbol mereka, dalam kasus lain binatang juga sering dianggap sebagai
pelindung suku yang harus dihormati.
C.
Kesimpulan
Ya,
kami terus yakin hingga saat ini, ketika manusia merasa bahwa semua yang
terkandung di Alam adalah miliknya, maka sesungguhnya ia telah kehilangan sisi
alamiahnya. Ini fakta bahwa manusia juga telah menegasikan sisi paling liar
didalam dirinya untuk segera didisiplinkan, dan selanjutnya berujar bahwa inilah peradaban paling tinggi pencapaian
umat manusia saat ini.
Relasi manusia dengan alam , secara
radikal telah tertransformasikan menjadi hubungan perbudakan permanen, dimana
alam hanya diposisikan sebagi sesuatu yang pasif dan sama sekali bukan subjek.
Alam dikacamata ini hanyalah sesuatu yang harus ditaklukan, diekploitasi dan
untuk kebutuhan komoditi dan industrial.
Kini, Komunitas adat ditendang jauh
oleh Manusia itu sendiri, kita telah menciptakan Domestikasi dan
Perbudakan(Pengurungan), pembudidayaan tumbuhan rakitan kimiawi dan pengurungan
binatang di tempat-tempat tertentu, adalah titik kunci awal penggantian yang
berangsur-angsur dari gaya hidup nomadik dengan sistem yang melahirkan negara,
kelas, kota, kerja dan properti privat.
Salam
“ saat mendomestikasikan binatang dan tanaman, manusia
pada intinya mendomestikasikan dirinya sendiri.”
Daftar
Pustaka :
Agrikultur- Jhon Zerzan
Terbuangnya Manusia dari Taman Firdaus - Green
Anarchy
kayaknya saya kenal siapa yg tulis ini.. hahaa
BalasHapusKENALKAN DONG SAMA ORANGNYA KALAU KAMU KENAL :D
Hapus