Selasa, 14 Mei 2013

SEPEKAN DI KAMPUNG with Dio boddo




Beberapa bulan yang lalu aku di beri ultimatum sama bapak “pokoknya kamu harus pulang,tidak mau tau pokoknya kamu harus pulang.ok”kata bapak di telpon waktu itu, dan kalau sudah begitu, apapun bacot yang aku keluarin pasti tidak mampan, waduh......bagaimana mau pulang kampung???membayangkannya saja ngeri campur nyeri, mending uang bulananku di tahan deh..,bayangin aja..aku yang pada waktu itu menyandang status sebagai penderita maag kronis di paksa pulang kampung, dari makassar k Bau-bau sendirian dan bapakku yang galaknya minta ampun akan menjemputku di Bau-bau, tragis.....semuanya bikin merinding, kenapa bukan mama saja??? Pasti bapak nanya macam-macam ke aku...atau mungkin aku langsung di cekik...hiiii....maklum dari dulu dalam keluargaku kalau ada yang sakit malah yang sakit tuh yang di salahkan duluan, katanya tidak hati-hati dan tidak bisa menjaga diri.


Pesawat mendarat dengan sukses di bandara Bau-bau, aku turun dari pesawat yang membawaku itu, berjalan, lalu berhenti sebentar menoleh ke belakang, ku perhatikan badan pesawat yang membawaku itu dri kejauhan, lebih cocok jadi pesawat doraemon, kecil untung tidak dekil..., kembali kulanjutkan langkahku, kulihat di luar pagar bapak dan kedua adikku (kiki dan dio) melambaikan tangan mereka sambil memanggil-manggil namaku “”eka, eka.....!!!”, aku pura-pura tidak melihat dan diam-diam membaca mantra agar tak pecah perang antara aku dan bapak. Akhirnya dengan jiwa patriot ku hampiri mereka, ku cium tangan bapak kemudian memeluk kedua adikku. Huhh...untung perkiraanku meleset...tak ada tanda-tanda terjadi tsunami di wajah bapak. Syukurlah...karena tak ada persiapan mitigasi yang tepat juga dariku.

Kami menaiki mobil om kasri menuju hotel, om yang wajahnya mirip sekali dengan bapak. Sampai di hotel kami keluar lagi mencari makan. Ku perhatikan dio yang dari tadi sibuk bertanya ini itu pada bapak, ya ampuunn....dia memakai sendal jepit yang pinggirannya di ukir-uikir, persis seperti bekas gigitan tikus. Belakangan aku tau dari mama kalau dio sendiri yang mengukir sendalnya, dan konon cerita dia tidak mau menukar sendalnya dengan sendal sebagus apapun(hhahahahha...).

Sorenya kami ke dokter praktek memeriksa kesehatan kiki, seperti biasa, dio selalu sibuk, lompat kiri kanan dan bertanya hal-hal yang tidak masuk akal, bedanya, kali ini dia bertanya kepadaku. Akhirnya pertanyaanya habis, dia mendekati bapak yang sedang duduk mengantri bersama perempuan-perempuan yang juga mengantri.“pa, kumismu sudah panjang tuh..ada rambut putihnya lagi” celetuk Dio dengan wajah d buat-buat seolah-olah jijik  sambil menunjuk ke arah rambut yang bergelayut manja di antara bibir dan hidung bapak sontak bapak kaget dan malu sebab semua perempuan yang berjejer d samping bapak langsung memperhatikan tingkah Dio, mukanya merah padam, refleks dia menyentil telinga Dio, Dio manyun saja kena sentil, bibirnya maju entah berapa centi, dua makhluk ajaib ini memang paling suka berantem sejak dulu. aku pura-pura  tidak melihat saja. Malam harinya kami berangkat dari bau-bau menuju tomia(kampung halamanku).

Di kampung hari-hariku dihabiskan dengan pergi ke tukang pijat. Badanku berubah dari kaku menjadi babak belur efek dari pijatan. Hari itu aku duduk bengong di ruang tamu sendirian, adik-adikku ke sekolah semua, tiba-tiba Dio muncul, dia berlari-lari kecil masuk rumah dengan seragam sekolahnya. “ma, aku pulang.....!!!”, teriaknya pada ibu yang sedang sibuk bersih-bersih, aku di cuekin saja tuh tidak di sapa. Kulihat dia buru-buru mengganti seragam sekolahnya kemudian keluar lagi. Selang beberapa menit datang temannya. “kakaknya Dio ya??saya di suruh bu guru untuk mencari Dio, tadi dia kabur dari kelas” kata anak kecil itu.“ma, Dio bolos tuh tadi ”, ada temannya cari nih”, teriakku, setelah anak kecil itu pergi aku cengengesan sendirian mengingat Dio, awas saja kalau dia pulang. 

Aku terus mengawasi pintu sambil berharap Dio segera muncul, yahh...akhirnya dia datang juga,
 “adek, tadi ada yang nyari kamu tuh, katanya kamu bolos,benar ya??” gertakku pada Dio,“tidak, tadi kita sudah di suruh pulang kok sama bu guru” katanya mengelak sambil memasang wajah tak berdosa,“aku laporin mama ya,ma....maama”.“ok, wa Lombe...”Dio mengejekku, menjulurkan lidahnya kemudian memakai seragamnya dan bergegas ke sekolah. Hahhh???aku di panggil wa lombe??dapat di mana istilah itu? Perasaan istilah yang lagi tenar sekarang tuh wa love dehh...!!

Sorenya nenek datang ke rumah, melapor bahwa Dio sama temannya main seharian di belakang rumah nenek sampai bel pulang. Dio kena damprat habis-habisan dari mama sore itu.

Sebentar lagi liburku usai. Sudah 3 hari aku rutin di suntik dan hari ini adalah jadwal aku harus di suntik lagi. Ngerii...tapi biar kuat kata mama,aku ikut saja. Jam 8 malam aku dan mama kembali ke rumah, aneh...Dio sudah tidur, sangat pulas malah...biasanya kan jam segini jadwal dia gangguin kakak-kakaknya.“tumben Dio sudah tidur pa??”tanya mama heran “dia nangis tadi habis ku cabut giginya”sahut bapak sambil asik menghabiskan rokoknya “hahhh???gigignya kan baru goyang sedikit pa..” mama kaget “masa di tanya 7+7 jawabnya 9, trus 7-7 juga sembilan 9 di suruh hitung ulang sampai 3 kali tetap saja jawabannya 9, bego sekali tuh anak” ujar bapak kesal. Aku masuk kamar sambil tersenyum geli mendengar cerita bapak.

Esoknya bapak mengajak Dio jalan-jalan sebagai permintaan maafnya atas kejadian semalam, kebetulan hari itu juga Dio libur akhir pekan. Dio sibuk milih-milih pakaiannya, entah sudah berapa kali ganti, tiba-tiba dia berteriak dari ruang tamu “atau aku pakai 2 sekaligus saja ya celana baruku??”. Kemudian Dio lari menghampiri bapak yang sudah menunggunya d depan rumah
“astaga Dio..di buka satu celananya” ibu berlari kecil dari dapur mengejar Dio
Sayang sekali, bapak yang tidak memperhatikan Dio langsung tancap gas, jadilah sudah sore itu adikku yang memakai celana panjang dan puntung jeansnya sekaligus di gonceng oleh bapak yang pakai celana boxer pink keliling kampung.

0 komentar:

Posting Komentar