(yang di atas daun pisang adalah kasoami) |
Kalian pernah makan kasoami?sebagian
orang kerap salah dalam penyebutannya, suami. Ini kasoami, bukan suami. Sebuah
makanan khas daerah saya. Jadi tak ada kaitannya dengan makan dan di makan
suami. Kalau kalian penasaran pada rupa dan rasanya, sempatkanlah berjalan-jalan
ke wakatobi,pulau di ujung tenggara Sulawesi,akan sulit menemukannya di daerah
lain,dan baik saya kisahkan riwayatnya dulu. Tapi jika tidak, saya mohon di
maafkan karena tetap lancang menceritakan ini.
“Mengingat kasoami, adalah seperti mengingat
mantan terindah”
Mengapa
saya membuat penyataan seperti ini? Karena katanya, seorang perempuan akan
terlihat cantik jika sudah menjadi mantan.
jadi, Apa hubungan mantan dengan kasoami? Tidak ada, dia tidak doyan
makan kasoami kecuali ada ikan bakarnya.
Sebelum
politik pangan di tahun 90-an. Kasoami adalah makanan pokok dikampung kami, tempat
kami memperoleh sebagian besar karbohidrat, di selingi juga sesekali dengan jagung
dan ubi-ubian dari bermacam jenis. Tapi kasoami adalah makanan segala musim Dari
musim jomblo hingga musim kawin.
Oleh
karna kasoami adalah makanan pokok, maka menemukan ubi kayu di setiap kebun
tidaklah sesulit menemukan cinta sejati. Tanaman ini terlihat sangat cocok dengan
dearah kami yang gersang serta sebagian besar adalah bebatuan.
Oh
iya, saya lupa memberitahu kalian, kasoami terbuat dari ubi yang di parut,
diperas berulang-ulang hingga kering betul lalu diambil ampasnya, maka tak
heran jika orang Maluku dan wakatobi bersanding sebagai tetangga, mereka tak
akan pernah meributkan soal makanan. Sebab orang Maluku hanya mengambil air
ampas ubi untuk papeda, sedang orang wakatobi hanya mengambil ampasnya untuk
kasoami.
Beras
adalah hal yang langka bagi kami. Disamping karena daerah kami tak cocok untuk
ditanami padi, juga karena beras butuh uang banyak untuk dibeli.Sebuah keluarga
di anggap berada jika mampu menghadirkan sekarung beras di dalam rumah. status
social sebuah keluarga naik oleh sekarung beras seprti halnya ijasah es-esan
atau songko putih saat ini yang bisa mendongkrak status social di masyarakat.
Ditahun
90-an setelah pemerintah memberlakukan gerakan makan nasi, nasi berhasil
menggeser kasoami dari hal pokok. Para orang tua memberi pemahaman yang didapat
dari doktrin pemerintah kepada kami bahwa sekolah akan menyelamatkan kami dari kebun dan
makan kasoami setiap hari. Kami giat belajar untuk jadi PNS, karyawan, bos,
pemerintah, pengusaha, dan cita-cita yang paling luhur dari itu semua adalah,
agar kami tak makan kasoami, agar linggis berganti polpen dan dayung berganti
kalkulator, dan agar kami punya uang untuk “membeli”.
Setelah
datangnya mahluk cantik bernama politik pangan ke kampung kami. Orang-orang di sana kepincut,
dari segala usia tak terkecuali. Adalah generasi Y (generasi yang lahir antara
1970-1995) hingga generasi berikutnya yang paling Nampak betapa bergantungnya
hidup mereka pada beras, katanya, belum kenyang kalau tak makan nasi. Generasi
Y juga adalah yang punya peran penting dalam memperkenalkan beras
ketetangga-tetangga. Kami adalah
generasi yang menjadikan kasoami hanya sbagai makanan selingan. kami bahkan
dengan bangga menempelkan nasi ke pipi pertanda habis makan nasi agar di
uber-uber cewek satu sekolah yang juga bangga pada nasi.
Barulah
ketika tahun 2003, saat wakatobi resmi mejadi kabupaten. pemerintah yang sadar
akan keindahan alamnya,membangun Resort di sana-sini dan mengundang investor
sebanyak-banyaknya. Nah, ketika para wisatawan mencari-cari kuliner daerah. Pemerintah
Kami memperkenalkan kasomi dengan bangga.kamikembali bangga memiliki kasoami,
sambil menepikan para petani yang ada di baliknya.
Kemarin, ketika harga beras naik dan langka. Saya
mendengar pernyataan dari bapak Menteri
Pertanian Negara Kesatuan Republik Indonesia bahwa konsumsi beras masyarakat
menurun karena masyarakat lebih memilih mie instan. saya kembali terkenang akan
kasoami, mau ngajak kasoami balikan lagi, Dia Cuma jawab “aku bukanlah seperti
yang dulu lagi”.lha orang kami tak punya lahan untuk menanam ubi lagi? Menangkap
ikanpun dimarahi karena katanya masuk zona resort. Nah,akhirnya indomie menjadi menu pilihan kami di kala
kantong mencekik dan beras susah kami dapatkan.
Pada
akhirnya, Setelah beras menyita perhatian kami di tahun 90-an,kami kembali
kepincut pada sosok lain lagi yang lebih mutakhir, indomie.makanan instan ini
benar-benar membius. Apalagi di tambah dengan slogan cintai produk-produk dalam
negeri, maka makan indomie adalah ibarat wujud cinta pada Indonesia. Adanya
indomie adalah kemewahan tersendiri dalam sebuah keluarga di kampung kami,
apalagi kalau ada telurnya, serasa seperti makan ayam yang ada di gambar
pembungkus indomie!!!.
Lantas
dikampung kami kebun-kebun berganti peternakan kambing dan sapi, petani dan
nelayan berkurang, dan yang paling membikin terharu dari itu semua adalah
jumlah PNS,pedagang dan pengusaha meningkat. Kami benar-benar mengamalkan
dengan baik nasehat pmerintah kami dahulu bukan? lagipula,Kan indomie bisa merangkap lauk sekaligus sumber
karbohidrat to?
Kakek
canggahku makan kasoami, kakek buyutku juga makan kasoami, kakekku sesekali makan nasi, orang tuaku
sesekali makan soami, saya agresif jika melihat
kasoami, dan bisa diprediksi nanti anak cucuku akan memperjual belikan
kasoami dengan harga senilai batu akik semasa booming.
mantab wamocossa. salam kasoami!
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapushahaha.imaaaa!i get you :D. kamu pake gogel pluS ya?aku gak ngerti, ngertinya blog doang :D
Hapus