Senin, 24 November 2014

Rumah Kebun Bikin Sendiri

Hari pertama……
Dengan perasaan riang gembira di iringi nyanyian alam, kami membangun sebuah parapara yang nantinya akan kami beri dinding dan atap seadanya, menyerupai rumah kebun. Lebih dikenal sebagai walewale dikampungku. Bahan-bahannyapun tak sampai membuat kami harus merogoh kocek yang tak pernah surplus Cukup kayu dan bambu sisa dari pembangunan rumah di sebelah rumah kami. Tukang-tukangnya kerap melemparkannya ke samping rumah.


Sebuah spontanitas. Pengadaan dadakan yang datang dari mimpi berhari yang lampau, ingin punya rumah kayu gantung jika tak ada rumah pohon. Bukankah hal-hal tanpa rencana selalu mengundang keseksian? Seperti pagutan pertama dibibir dua tahun silam.


Jadilah sore kemarin di bawah langit yang menggantung gumpalan hujan dari timur, kami mulai menggergaji dan mengumpulkan kayu-kayu berserakan. Batu-batu yang di hamburkan oleh tukang dari atas rumah sebelahpun ternyata sangat berguna untuk menimbun permukaan tanah yang menipis. Disini, di musim ini,Banjir selalu datang tepat waktu bahkan mendahului kesiapan ketika hujan deras turun selama 45 menit tanpa jeda.


malam datang terlalu cepat kali ini. Tapi semangat kami untuk merampungkan walewale tak mengendur barang sedikit. Maka beraksilah peka mencopot lampu kamar mandi untuk di pindahkan ke halaman belakang sebagai penerang. Sayang, colokan penghubung lampu bermasalah yang berujung pada korsleting. Lampu padam dan kami tak kuasa untuk memperbaiki sendiri, meteran dol.


Potongan-potongan kayu yang sudah di gergaji kami rapikan menunggu besok. Ketiga pemuda dari pulau di ujung tenggara Sulawesi itu bubar sambil bersungut-sungut. Kesal sambil sesekali memaki menyayangkan lampu yang memotong kegembiraan mereka. Kami bergeser, mengungsikan diri ke rumah marlan, kawan yang terlibat membuat walewale sore tadi. Selanjutnya, kami kembali bercinta dengan asap kemalasan hingga tertidur.


HARI KEDUA…..

Bagi kalian yang pernah bertandang ke rumah kami. Baik kuceritakan letak rumah kebun ini. Rumah bercat ceria sepotong dari tampak depan, beralamat di btn bung blok A5 no 10, jika kalian pernah masuk sampai keruang tengah yang merangkap dapur lalu membuka pintu dapur seraya melayangkan pendang ke seluruh sisi halaman belakang rumah. Nah, di sudut sebelah selatan itulah letaknya, tepatnya di samping sebuah pohon kecil tempat kami menambatkan tali jemuran. Berdekatan dengan dinding tentangga belakang rumah yang di penuhi graffiti seorang kawan.


Bagi kalian yang belum pernah bertandang kerumah kami dan penasaran ingin melihat, marilah kemari! Namun jika kalian tak tertarik sama sekali dan kebetulan membaca ini, silahkan tutup karena ini akan sangat membosankan bagi kalian!

***

Cuaca dingin tadi subuh yang tiba-tiba berganti panas siang ini merangsang kami untuk meninggalkan tempat tidur secepat mungkin. Berkejaran dengan hujan yang turun tertahan, kami melaju menuju kantor pln di daya, dengan niat melaporkan kejadian semalam kepada pihak yang berwenang dan berkeahlian,eh. 


Setelah melaporkan kejadian. Kami kembali kerumah menunggu petugas PLN, menunggu laono dan lamarlan yang masih tertidur pulas ketika kami meninggalkan rumahnya tadi.lamana,….


Ang ing eng…. Setelah penantian selam 3 jam. Datanglah marlani dan ono yang menambah ketegangan dan kecurigaan tentang bakal telatnya kedatangan petugas PLN kali ini. Kami melanjutkan pekerjaan yang terpotong kemarin. Kayu, gergaji, pahat, parang dan paku saling beradu. Saya yang tak begitu menyukai kegiatan memotong-motong benda keras seperti kayu memutuskan untuk menggosok panci memakai arang dari bekas pembakaran ikan. #clingg


Sebelum malam kembali memergoki, walewale sudah separuh rampung. Seluruh kakinya sudah lengkap, lengkap dengan tiang-tiang penghubung setiap sisi.

Lihat ini!! Oh tidakkkk!


(lamarlan,laono dan peka berhasil mendirikan kaki walewale)


(nah, ini dia nih panci yang saya gosok tadi. kinclong kan?)


Kami akan merampungkannnya besok , berhubung penerang yang terbatas.


Dan tibalah malam dengan sempurna. Petugas PLN tak kunjung datang. Harapan kami kembali pupus. Makian dilontarkan ke sembarang arah dan orang. Bogem mentah kami rencanakan dengan tak terlalu serius untuk kenalan yang tidak menyenangkan berinisial "Her". 


Beruntung seluruh malam batal kami lewati dalam gelap maupundi rumah pengungsian. Petugas PLN datang setelah peka menyusul mereka ke kantornya dengan berondongan ancaman. Nah, untung ada saya kan? Tulisan “untuk pelayanan teknis, melayani 24 jam” itu kulihat samar-samar dari kejauhan tempatku duduk sambil makan gabin. Bagi kalian yang dimintai uang oleh teknisi PLN yang datang ke rumah seperti ini, JANGAN KASI, INI GRATIS!











































0 komentar:

Posting Komentar