(seorang ibu Bajo melintas di pantai hasil reklamasi) |
chrismast
2014. Hujan turun malu-malu. tertangkap seperti salju ketika dipandang di bawah
lampu mercuri. Jalanan basah bekas guyuran hujan yang tak bisa diprediksi kapan akan turun. Kami diantar oleh dua
orang kawan menuju pelabuhan makassar. Saling gertak di pintu masuk pelabuhan menyambut
kedatangan kami, pasalnya, telah tertera beberapa rincian di tiket kapal, pajak,
parkir dll sudah termasuk dalam harga tiket yang telah terbeli. Kami
dimintai uang masuk.
Kapal telat dua jam sesuai dugaan. Kopi, rokok
dan tikar seharga 5 ribu menjadi pengalih sambil menunggu jam keberangkatan,
tepat didepan pos operasi lilin yang di dalamnya berjubelan om-om arogan dengan
kepala yang selalu tengadah sambil mata melihat kebawah. Seolah semua orang
lebih pendek saja. :p saya memandangi kerumunan orang yang terputus hanya dalam
hitungan detik saja, selebihnya, lalu-lalang yang tiada akhir.hujan, tikar
kugelar sebagai alas tidur, gelap, saya tertidur hampirsepuluh menit.“belum
naik penumpang ka?” aroma menyengat dari bak sampah membangunkanku. Saya
memutar balik badan. Aromanya tetap sama kuat. Maka saya putuskan untuk duduk
sambil mengumpulkan nyawa yang timbul tenggelam akibat kantuk.
Lalu-lalang
orang mulai sepi. kami mulai berkemas lalu menuju kapal. Setelah salam-salaman rada-rada mewek, kami
benar-benar menuju kapal (oh ghost!). penumpang sepi, . Rombongan mudik natal
telah usai padatnya. Petugaspun tak rewel kali ini, kapal bukit siguntang
berlayar menuju pelabuhan murhum, 26 desember jam 01.00 dini hari. Kami
mengambil kelas ekonomi dan merasa beruntung mendapat tempat didekat wc. Semangat
makan dari peka memberi signal bahwa kapal tak seberapa goyang oleh ombak.Suatu
ketika seorang kawan bercanda serius “musim libur selalu bertepatan dengan
musim tingginya gelombang laut dan angin kencang, musim perayaan hari besar, tapi toh dimusim-musim
seperti itulah penumpang padat, serentak semua ingin pulang kampung termasuk
saya!”.
Melewati
perairan selayar dengan gelombang yang memabukan tapi tak begitu terasa sebab
ukuran kapal pelni yang besar, kami kembali berhadapan dengan ombak pulau
kabaena sebelum akhirnya masuk perairan bau-bau.. Kurang lebih 15 jam
perjalanan membawa kami berlabuh di pelabuhan murhum. Pukul 15.30 hari itu juga.
Kami
di sambut hangat oleh keluarga peka. Seorang ibu yang ramah dengan dua cucu
yang sedang lucu-lucunya, kakak yang murah cerita dan senyum, dua gadis jago
makan dan masak, dua sepupu jago makan dan girang jika di foto, seorang ayah
yang senang bercerita, suami kakak yang tekun. Dan lain-lain yang tak kusebutkan karena kebanyakan
dan saya lupa.semua ramah, semua baik, dan semua prihatin pada kekurusanku yang
seksi ini :p.
Rencana
melanjutkan perjalanan hari itu juga batal. Kami ditahan oleh ibu peka.
Katanya, besok saja toh setiba disana pasti juga lagi libur, istrahat saja
sampe besok malam. Saya melirik peka, setelah basa-basi lempar-melempar “eka
itu” yang kubalas “kita itu” akhirnya kami memutuskan untuk menunda perjalanan.
Tawaran
makan berkali-kali setiap berpapasan didalam rumah menjadi terkesan lucu.
Pasalnya, tawaran itu kadang datang ketika saya baru saja keluar dapur dalam
kekenyangan. Mungkin karena ingin mencairkan suasana kikuk, mungkin juga karena
gigih ingin berat badanku bertambah yang dari hasil timbang yang kucek perenam
jam, tak goyang barang sedikit. Saya kecewa dengan muka pucat pasi.
******
Keesokannya,
pukul 10.00. berbekal sekantong ketupat dan sekotak nasi, kami berangkat menuju pulau wangi-wangi. Katanya ombak belum seberapa saat ini. Tapi
gelombang di sekitar kepulauan sampolawa dan mata sangia membuatku sedikit
awas. Kondisi kapal dengan jendela yang kekecilan membuatku khawatir hingga
beberapa kali pura-pura berdiri disana meludah, padahal mencocokkan besar
jendela dengan badanku :D. Angin muson barat membuat kapal motor tiba lebih
cepat dari biasanya, artinya akan lebih lama jika melakukan perjalanan dengan
arah berlawanan (kembali ke bau-bau) ngeri
kasiann!. Jam 05.00 kapal telah
sandar di pelabuhan fery wangi-wangi. Menggunakan ojek, kami menuju rumah yang
akan kami tumpangi selama beberapa hari kedepan.
sekarang
kami berada disalah satu pulau yang masuk kepulauan pandai besi. Disambut seorang
nenek dengan seorang cucu 7 tahunan yang senang nonton sinetron, sepasang suami
istri yang selalu sibuk, dan seorang lagi anak tinggal yang selalu berhasil
mencuri waktu tidur jauh lebih lama dari penghuni rumah yang lain. Alasan
ketidak enakan memaksa peka untuk mencari tumpangan dirumah keluarganya.
(seorang ibu dan anak-anak Bajo yang mandi di Terowongan jembatan pantai hasil reklamasi) |
Kedatangan
kami ternyata bertepatan dengan pesta ulang tahun daerah yang berlangsung sudah
beberapa hari dan akan memuncak pada malam pergantian tahun. 1“amanne,emo dahani i
jutanno nakumaluara nakarja saissaimanga wana,ana maka ikossamo uka nasissano”
ujar nenek suatu ketika saat saya sedang menggoreng ikan didapur dengan
tumpukan panci,piring dan perabotan lain serta bahan dan bumbu masak yang di
atur sembarangan 2“awana
ana ala,a ka,i?” tanyaku, 3“o,
selama kurato mina ipuasa,a ana, hani kua hempa,amo, inta torusu kabilanga”
jawabnya sembari beranjak mencuci piring. perayaan-perayaan selalu berpengaruh pada jam kantor, termasuk instansi terkait yang akan kami datangi, smua pegawainya sibuk p\dalam perayaan ulang tahun wakatobi.
“cepat
selesaikan urusan di
sini lalu kita pulang, saya bete ” kata peka waktu kami sedang duduk diteras
depan rumah. Disini suasananya lebih mengerikan dari
persaingan status sosial di kampung halaman. Banyak orang sekampung yang kami
jumpai disini, mereka dengan wajah mengeras karena persaingan tindih-menindih
di dunia kerja. Hubungan dinilai dari seberapa banyakkah bisa mendatangkan untung uang dan kedudukan. Kabar tentang rumah kepala dinas yang tak pernah sepi menambah kemuakan, katanya “disini asal kuat saja begadang, temani pak kepala
cerita sambil minum kopi, dapat mi proyek itu”.
Di sela-sela waktu melakukan penelitian, kami mengagendakan khusus jalan-jalan berburu cakar. Sepanjang
perjalanan berburu cakar, kami mencuri waktu untuk menelusuri pantai yang masih
gratis. Hasilnya minor,
pantai dengan pasir putih tak kami jumpai
yang gratis. Semua habis diprivatisasi oleh pejabat dan
pengusaha. Jikalau ada yang gratis maka itu hanyalah pantai yang sudah
direklamasi. Bandara di bangun, jalan ke bandara diperbaiki dengan kedok
kesejahteraan masyarakat. Sementara masyarakat yang mayoritas kelas mengah ke
bawah lebih membutuhkan transportasi laut yang layak.
Setidaknya
dikampung halaman masih ada beberapa ruang gratis. Meski sebentar lagi akan
segera diprivatisasi pula. Seolah membanjirnya resort merupakan prestasi yang
mendatangkan kesejahteraan saja.oh iya, bukankah pembangunan liar selalu di
identikan dengan sejahtera?dengan menafikan kejadian yang tertutupi
dibelakangnya, perampasan tanah adat maupun tergusurnya masyarakat sekitar dari
lahan makanannya, resort menuntut penzoningan laut yang membatasi nelayan
sekitar menangkap ikan di areal tertentu. Dampak lanjutannya adalah tingginya angka
migrasi penduduk ke wilayah bagian timur indonesia dan memilih menetap menjadi
pedagang disana.
“biar
mi semua pantai itu dijadikan resort, dari pada kotor dan masyarakat tidak
jaga” ucap salah satu penduduk. Sebuah
sikap pesimis yang membuat kita terburu-buru menyerahkan control diri kita pada
pihak lain.Padahal, dengan memberi kelonggaran
masuknya resort dan menyerahkan keputusan-keputusan yang seharusnya ada di tangan kita para pemilik tanah kepada
pihak lain(resort) yang sama sekali tidak
bisa kita kontrol maka yang terjadi adalah pengusiran secara halus dari tanah
sendiri. Dan sebuah tesis tentang keberadaan bandara harusnya bisa dinikmati
masyarakat setempat terdengar seperti sebuah banyolan, yang teramat memaksa,
dimana kita tahu sendiri bahwa sebagian besar masyarakat disana merupakan kelas
menengah kebawah. Gembar-gembor tentang pariwisata merupakan sector unggulan
juga adalah bohong belaka. Pemasukan daerah terbesar datang dari hasil pertanian
seperti yang tertera pada PDRB Kabupaten tahun terakhir.
Pembangunan
yang tidak perlu meningkat berbanding lurus dengan pem’bodoh’an masyarakat yang
sudah merasa cukup ketika didatangkan artis ibu kota dengan goyang seronoknya
“tahun lalu ada juga artis diundang pas malam tahun baru, tahun ini katanya ada
lola” ucap anak tinggal dirumah dengan wajah berbinar-binar. Setelah sibuk
dengan mode show semalam. Yang entah apa untungnya bagi masyarakat yang haus
hiburan. “latihan-latihan itu mode show, tetap saja orang jawa yang menang!”
ucap seorang ibu yang ikut menonton .
Malam pergantian tahun lapangan merdeka tempat
pesta berpusat kembali dipadati. Ketika ditanyai kenapa kesana, jawabnya
rata-rata sama “hendak melihat artis” maka tak heran jika semua orang mulai dari anak kecil, remaja hingga dewasa berlomba
ingin jadi artis, berdandan ala artis. Serupa itulah pemerintah mendidik.
Satu dentuman keras petasan di
atas atap yang membuat nenek terbangun menandakan pergantian tahun yang penuh
sukacita, dengan harapan datangnya sebuah
perubahan.
Sementara kita masih saja sibuk menitipkan perubahan
pada orang lain sambil menutup mata.
******
Keesokan malam, kami nekat kembali kebau-bau meski
saya masih khawatir dengan kondisi cuaca buruk yang mengintai perairan wakatobi
dan bau-bau. Tiba dengan selamat dan kembali berkumpul dengan keluarga peka.
Satu kebiasaan
ibu peka yang membuat saya iri dan sangat susah untuk saya lakukan, adalah
senang mengoleksi barang maupun foto dari masa lampau. Banyak foto kerabat semasa
kecil maupun remaja yang dia miliki. Kami membuka lembar album sambil tertawa-tawa
mendengar ceritanya akan ingatan yang berkejaran kemasa lalu.
Nangka masak adalah hidangan ditiap hari yang akan
diserbu habis oleh orang rumah. Ini musim nangka berbuah, nenas, dan juga manga.
Ketiga buah ini tak pernah kosong dirumah. Kiriman ikan dari karang pulau tomia
membuat gempar seisi rumah dan menambah nafsu makan seketika.kata kakak “selamat
datang dikeluarga tukang makan, kau harus gemuk!” tinggal selama seminggu disini
berefek pada naiknya berat badanku sebanyak 3 kg, hurraayyy!
Nb:
1. Terimakasih banyak kami haturkan kepada
nelayan-nelayan wakatobi.
2.
Terimakasih banyak
kami ucapkan kepada kakak anton yang menyambut ramah dengan keluarga kecilnya
serta sedikit cerita-ceritanya seputar pelabuhan.tetap ramah kak!
3. Kepada mama dan papa yang tak bisa kami kunjungi
dikampung halaman karena cuaca buruk. Saya merindukan kalian!
4. Kepada om dan tante, terlebih nenek yang menemani
tidur
5. Kepada seluruh keluarga peka. I love you all!
Glosarium:
1. Mungkin sudah
sekitar jutaan yang keluar akibat masak-masak seperti ini, dan dibuang lagi
sisanya!
2. Begini terus
keadaannya ya?
3. Iya, selama
saya dating sejak bulan puasa lalu, mungkin sudah sekitar tiga kali, sepertinya
begini terus.
0 komentar:
Posting Komentar