Jumat, 16 Januari 2015

Makassar-Baubau-Wakatobi : Kebahagian dan banyolan tentang kesejahteraan yang tetap sama; Membosankan

(seorang ibu Bajo melintas di pantai hasil reklamasi)

chrismast 2014. Hujan turun malu-malu. tertangkap seperti salju ketika dipandang di bawah lampu mercuri. Jalanan basah bekas guyuran hujan yang tak bisa  diprediksi kapan akan turun. Kami diantar oleh dua orang kawan menuju pelabuhan makassar. Saling gertak di pintu masuk pelabuhan menyambut kedatangan kami, pasalnya, telah tertera beberapa rincian di tiket kapal, pajak, parkir dll sudah termasuk dalam harga tiket yang telah terbeli. Kami dimintai uang masuk.

 Kapal telat dua jam sesuai dugaan. Kopi, rokok dan tikar seharga 5 ribu menjadi pengalih sambil menunggu jam keberangkatan, tepat didepan pos operasi lilin yang di dalamnya berjubelan om-om arogan dengan kepala yang selalu tengadah sambil mata melihat kebawah. Seolah semua orang lebih pendek saja. :p saya memandangi kerumunan orang yang terputus hanya dalam hitungan detik saja, selebihnya, lalu-lalang yang tiada akhir.hujan, tikar kugelar sebagai alas tidur, gelap, saya tertidur hampirsepuluh menit.“belum naik penumpang ka?” aroma menyengat dari bak sampah membangunkanku. Saya memutar balik badan. Aromanya tetap sama kuat. Maka saya putuskan untuk duduk sambil mengumpulkan nyawa yang timbul tenggelam akibat kantuk.

Lalu-lalang orang mulai sepi. kami mulai berkemas lalu menuju kapal.  Setelah salam-salaman rada-rada mewek, kami benar-benar menuju kapal (oh ghost!). penumpang sepi, . Rombongan mudik natal telah usai padatnya. Petugaspun tak rewel kali ini, kapal bukit siguntang berlayar menuju pelabuhan murhum, 26 desember jam 01.00 dini hari. Kami mengambil kelas ekonomi dan merasa beruntung mendapat tempat didekat wc. Semangat makan dari peka memberi signal bahwa kapal tak seberapa goyang oleh ombak.Suatu ketika seorang kawan bercanda serius “musim libur selalu bertepatan dengan musim tingginya gelombang laut dan angin kencang, musim  perayaan hari besar, tapi toh dimusim-musim seperti itulah penumpang padat, serentak semua ingin pulang kampung termasuk saya!”.

Melewati perairan selayar dengan gelombang yang memabukan tapi tak begitu terasa sebab ukuran kapal pelni yang besar, kami kembali berhadapan dengan ombak pulau kabaena sebelum akhirnya masuk perairan bau-bau.. Kurang lebih 15 jam perjalanan membawa kami berlabuh di pelabuhan murhum. Pukul  15.30 hari itu juga.

Kami di sambut hangat oleh keluarga peka. Seorang ibu yang ramah dengan dua cucu yang sedang lucu-lucunya, kakak yang murah cerita dan senyum, dua gadis jago makan dan masak, dua sepupu jago makan dan girang jika di foto, seorang ayah yang senang bercerita, suami kakak yang tekun.  Dan lain-lain yang tak kusebutkan karena kebanyakan dan saya lupa.semua ramah, semua baik, dan semua prihatin pada kekurusanku yang seksi ini :p.

Rencana melanjutkan perjalanan hari itu juga batal. Kami ditahan oleh ibu peka. Katanya, besok saja toh setiba disana pasti juga lagi libur, istrahat saja sampe besok malam. Saya melirik peka, setelah basa-basi lempar-melempar “eka itu” yang kubalas “kita itu” akhirnya kami memutuskan untuk menunda perjalanan.

Tawaran makan berkali-kali setiap berpapasan didalam rumah menjadi terkesan lucu. Pasalnya, tawaran itu kadang datang ketika saya baru saja keluar dapur dalam kekenyangan. Mungkin karena ingin mencairkan suasana kikuk, mungkin juga karena gigih ingin berat badanku bertambah yang dari hasil timbang yang kucek perenam jam, tak goyang barang sedikit. Saya kecewa dengan muka pucat pasi.
******

Keesokannya, pukul 10.00. berbekal sekantong ketupat dan sekotak nasi,  kami berangkat menuju pulau wangi-wangi.  Katanya ombak belum seberapa saat ini. Tapi gelombang di sekitar kepulauan sampolawa dan mata sangia membuatku sedikit awas. Kondisi kapal dengan jendela yang kekecilan membuatku khawatir hingga beberapa kali pura-pura berdiri disana meludah, padahal mencocokkan besar jendela dengan badanku :D. Angin muson barat membuat kapal motor tiba lebih cepat dari biasanya, artinya akan lebih lama jika melakukan perjalanan dengan arah berlawanan (kembali ke bau-bau) ngeri kasiann!.  Jam 05.00 kapal telah sandar di pelabuhan fery wangi-wangi. Menggunakan ojek, kami menuju rumah yang akan kami tumpangi selama beberapa hari kedepan.

sekarang kami berada disalah satu pulau yang masuk kepulauan pandai besi. Disambut seorang nenek dengan seorang cucu 7 tahunan yang senang nonton sinetron, sepasang suami istri yang selalu sibuk, dan seorang lagi anak tinggal yang selalu berhasil mencuri waktu tidur jauh lebih lama dari penghuni rumah yang lain. Alasan ketidak enakan memaksa peka untuk mencari tumpangan dirumah keluarganya.
(seorang ibu dan anak-anak Bajo yang mandi di Terowongan jembatan pantai hasil reklamasi)

Kedatangan kami ternyata bertepatan dengan pesta ulang tahun daerah yang berlangsung sudah beberapa hari dan akan memuncak pada malam pergantian tahun. 1“amanne,emo dahani i jutanno nakumaluara nakarja saissaimanga wana,ana maka ikossamo uka nasissano” ujar nenek suatu ketika saat saya sedang menggoreng ikan didapur dengan tumpukan panci,piring dan perabotan lain serta bahan dan bumbu masak yang di atur sembarangan 2“awana ana ala,a ka,i?” tanyaku, 3“o, selama kurato mina ipuasa,a ana, hani kua hempa,amo, inta torusu kabilanga” jawabnya sembari beranjak mencuci piring. perayaan-perayaan selalu berpengaruh pada jam kantor, termasuk instansi terkait yang akan kami datangi, smua pegawainya sibuk p\dalam perayaan ulang tahun wakatobi.

“cepat selesaikan urusan di sini lalu kita pulang, saya bete ” kata peka waktu kami sedang duduk diteras depan rumah. Disini suasananya lebih mengerikan dari persaingan status sosial di kampung halaman. Banyak orang sekampung yang kami jumpai disini, mereka dengan wajah mengeras karena persaingan tindih-menindih di dunia kerja. Hubungan dinilai dari seberapa banyakkah bisa mendatangkan untung uang dan  kedudukan. Kabar tentang rumah kepala dinas yang tak pernah sepi menambah kemuakan, katanya “disini asal kuat saja begadang, temani pak kepala cerita sambil minum kopi, dapat mi proyek itu”.

Di sela-sela waktu melakukan penelitian, kami mengagendakan khusus jalan-jalan berburu cakar. Sepanjang perjalanan berburu cakar, kami mencuri waktu untuk menelusuri pantai yang masih gratis. Hasilnya minor, pantai dengan pasir putih tak kami jumpai yang gratis. Semua habis diprivatisasi oleh pejabat dan pengusaha. Jikalau ada yang gratis maka itu hanyalah pantai yang sudah direklamasi. Bandara di bangun, jalan ke bandara diperbaiki dengan kedok kesejahteraan masyarakat. Sementara masyarakat yang mayoritas kelas mengah ke bawah lebih membutuhkan transportasi laut yang layak.

Setidaknya dikampung halaman masih ada beberapa ruang gratis. Meski sebentar lagi akan segera diprivatisasi pula. Seolah membanjirnya resort merupakan prestasi yang mendatangkan kesejahteraan saja.oh iya, bukankah pembangunan liar selalu di identikan dengan sejahtera?dengan menafikan kejadian yang tertutupi dibelakangnya, perampasan tanah adat maupun tergusurnya masyarakat sekitar dari lahan makanannya, resort menuntut penzoningan laut yang membatasi nelayan sekitar menangkap ikan di areal tertentu. Dampak lanjutannya adalah tingginya angka migrasi penduduk ke wilayah bagian timur indonesia dan memilih menetap menjadi pedagang disana.

“biar mi semua pantai itu dijadikan resort, dari pada kotor dan masyarakat tidak jaga” ucap salah satu penduduk. Sebuah sikap pesimis yang membuat kita terburu-buru menyerahkan control diri kita pada pihak lain.Padahal, dengan memberi kelonggaran masuknya resort dan menyerahkan keputusan-keputusan yang seharusnya ada di tangan kita para pemilik tanah kepada pihak lain(resort) yang sama sekali tidak bisa kita kontrol maka yang terjadi adalah pengusiran secara halus dari tanah sendiri. Dan sebuah tesis tentang keberadaan bandara harusnya bisa dinikmati masyarakat setempat terdengar seperti sebuah banyolan, yang teramat memaksa, dimana kita tahu sendiri bahwa sebagian besar masyarakat disana merupakan kelas menengah kebawah. Gembar-gembor tentang pariwisata merupakan sector unggulan juga adalah bohong belaka. Pemasukan daerah terbesar datang dari hasil pertanian seperti yang tertera pada PDRB Kabupaten tahun terakhir.  

Pembangunan yang tidak perlu meningkat berbanding lurus dengan pembodohan masyarakat yang sudah merasa cukup ketika didatangkan artis ibu kota dengan goyang seronoknya “tahun lalu ada juga artis diundang pas malam tahun baru, tahun ini katanya ada lola” ucap anak tinggal dirumah dengan wajah berbinar-binar. Setelah sibuk dengan mode show semalam. Yang entah apa untungnya bagi masyarakat yang haus hiburan. “latihan-latihan itu mode show, tetap saja orang jawa yang menang!” ucap seorang ibu yang ikut menonton .

 Malam pergantian tahun lapangan merdeka tempat pesta berpusat kembali dipadati. Ketika ditanyai kenapa kesana, jawabnya rata-rata sama “hendak melihat artis” maka tak heran jika semua orang mulai dari anak kecil, remaja hingga dewasa berlomba ingin jadi artis, berdandan ala artis. Serupa itulah pemerintah mendidik.

 Satu dentuman keras petasan di atas atap yang membuat nenek terbangun menandakan pergantian tahun yang penuh sukacita, dengan harapan datangnya sebuah perubahan. Sementara kita masih saja sibuk menitipkan perubahan pada orang lain sambil menutup mata.
******

Keesokan malam, kami nekat kembali kebau-bau meski saya masih khawatir dengan kondisi cuaca buruk yang mengintai perairan wakatobi dan bau-bau. Tiba dengan selamat dan kembali berkumpul dengan keluarga peka.

 Satu kebiasaan ibu peka yang membuat saya iri dan sangat susah untuk saya lakukan, adalah senang mengoleksi barang maupun foto dari masa lampau. Banyak foto kerabat semasa kecil maupun remaja yang dia miliki. Kami membuka lembar album sambil tertawa-tawa mendengar ceritanya akan ingatan yang berkejaran kemasa lalu.

Nangka masak adalah hidangan ditiap hari yang akan diserbu habis oleh orang rumah. Ini musim nangka berbuah, nenas, dan juga manga. Ketiga buah ini tak pernah kosong dirumah. Kiriman ikan dari karang pulau tomia membuat gempar seisi rumah dan menambah nafsu makan seketika.kata kakak “selamat datang dikeluarga tukang makan, kau harus gemuk!” tinggal selama seminggu disini berefek pada naiknya berat badanku sebanyak 3 kg, hurraayyy!

Nb:
1.      Terimakasih banyak kami haturkan kepada nelayan-nelayan wakatobi.
2.      Terimakasih banyak kami ucapkan kepada kakak anton yang menyambut ramah dengan keluarga kecilnya serta sedikit cerita-ceritanya seputar pelabuhan.tetap ramah kak!
3.      Kepada mama dan papa yang tak bisa kami kunjungi dikampung halaman karena cuaca buruk. Saya merindukan kalian!
4.      Kepada om dan tante, terlebih nenek yang menemani tidur
5.      Kepada seluruh keluarga peka. I love you all!

Glosarium:
1.      Mungkin sudah sekitar jutaan yang keluar akibat masak-masak seperti ini, dan dibuang lagi sisanya!
2.      Begini terus keadaannya ya?
3.      Iya, selama saya dating sejak bulan puasa lalu, mungkin sudah sekitar tiga kali, sepertinya begini terus.

0 komentar:

Posting Komentar